Senin, 16 Maret 2015

makala agama qada,qadar,do'a dan ihktiar



BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar belakang
Iman kepada qada dan qadar Allah adalah salah satu sendi akdidah islam.dalam pembicaraan sehari-hari disingkat dengan sebutan takdir (taqdir).berbicara tentang takdir Tuhan memang bukan sesuatu yuang mudah. Sebab yang kita bicarakan langsung menyakut terhadap kehendak Tuhan terhadap makhluk-makhluk-Nya.rahasia hakikat takdir tidak diketahui oleh manusia. Misalnya kita tidak bias mengetahui dengan benar mengapa si Fulan meninggal dunia dalam perjalanan,bukan di tengah-tengah keluarganya. Banyak kejadian-kejadian di sekeliling kita termasuk yang kita alami sendiri ternyata di luar kehendak atau di luar keinginan, yang semua itu tak dapat di peroleh jawaban yang memuaskan atas pertanyaan yang kita ajukan,”mengapa hal itu terjadi” (Azhar Basir,1980).
Jadi, masalah hakikat takdir Tuhan adalah merupakan salah satu masalh gaib yang hanya diketahui oleh Allah sendiri.
Seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-naml [27]: 65 yang artinya “katakanlah tak seorang pun di langit maupun di bumi yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah.
1.2   Rumusan masalah
1)      Apa yang di maksud qadla dan qadar?
2)      Apa yang di maksud do’a?
3)      Apa yang di maksud ikhtiar?
4)      Bagaimanakah hubungan antara TAKDIR DAN DO’A?

1.3   Tujuan
*      Untuk mengetahui pengertian qadla dan qadar
*      Untuk mengetahui pengertian do’a
*      Untuk mengetahui pengertian ikhtiar
*      Untuk mengetahui hubungan antara TAKDIR DAN DO’A
1.4   Manfaat
1)      Bagi pembaca
*      Pembaca dapat mengetahui pengertian TAKDIR,DO’A,DAN IKHTIAR dan hubungan antara TAKDIR DAN DOA

2)      Bagi penulis
*      Penulis dapat berbagi pengetahuan kepada pembaca.

















BAB II
LANDASAN TEORI
2.1   PENGERTIAN
1.       Qadla dan Qadar
Qadla  dan Qadar seringkali disebut taqdir berasal dari bahasa arab yang akar katanya: Qadla-yaqdli-qadlaan, bias baerarti:hukum atau kepustusan (QS.4:65);perintah(QS.17:23);kehendak(QS.3:47);menciptakan(QS.41:12).sedang qadar berasal dari kata: qaddara-yuqaddiru-taqdiran, mempunyai arti: kadar atau aturan (QS. 54:49;33:38);ketentuan atau aturan (QS.25:2);kekuasaan (QS. 2:20).
Qadla dan Qadar (taqdir) artinya:
                hukum,keputusan,perintah kehendak, ciptaan menurut, kadar ,ukuran,aturan,kekuasaan.
Iman kepada qadla-qadar Allah artinya:
Percaya bahwa segala hukum,keputusan,perintah,ciptaan Allah yang berlaku npada mahluknya termasuk diri kita tidak lepas (selalu berlandasan) pada kadar,ukuran,ketentuaan, aturan, dan kekuasaan Allah SWT.
Kewajiban kita beriman kepada qadla dan qadar diatur dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an antara lain seperti di sebutkandi atas, kemudian di pertegas lagi oleh sabda Nabi Muhammad SAW riwayat Muslim.
“hendaklah engkau beriman kepada Allah, malikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya , hari akhir, dan iman pula kepada qadar (taqdir) yang baik ataupun buruk. “(HR.Muslim).
2.       Do’a
Do’a berasal dari bahasa arab yang akar katanya: Da-‘a-yad’u-du’a-an yang artinya:permohonan, harapan, do’a, pujian, dan sebagainya. Berdo’a artinya menyeru, memanggil, atau memohon pertolongan kepada Allah atas segala sesuatu yang diinginkan. Seruan kepada Allah itu bisa berbentuk ucapan tasbih(Subhanallah), pujian (Alhamdulillah), istighfar (astaghfirullah), atau memohon (A’udzubillah), dan sebagainya.
Berdo’a merupakan aktivitas ibadah, dan bahkan menurut sabda Nabi Muhammad SAW doa di ibaratkan sebagai otak ibadah (Mughulibadah). Seperti halnya otak bagi manusia yang demikian penting peranaanya bagi kehidupan, demikian pula doa dalam ibadah. Bahkan doa juga merupakan tiang agama (imaduddin) dan sejata bagi orang mukmin (silahul mukmin).


3.       Ikhtiar
Ikhtiar juga diambil dari bahasa arab dengan akar katanya ‘ikhtiara”berarti pilihan atau daya upaya. Menurut kamus (W.S. Purwadarminto,1987:371), ikhtiar ialah kebebasan memilih (menentuka, berbuat, dan sebagainya),atau pertimbangan,pilihan, kehendak, pendapat, usul, dan sebagainya yang bebas

2.2   HUBUNGAN TAKDIR,DOA,DAN IKHTIAR
1.Hubungan Takdir dan Do’a
Allah maha bijaksana dsn Maha Perencana sesuai dengan kehendak dan kuasa-Nya. Ia bersifat mengetahui dan mahaadil.apa saja yang telah terjadi dan yang akan terjadi pada makhluk-Nya tidak lepas dari ilmu dengan ketentuaan Allah Yang Maha Bijaksana itu. Semua yang terjadi di dalam alam semesta ini brjalan sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan-Nya,”…..Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.”(QS. 13:8)
Allah SWT Maha menentukan apa yang akan terjadi pada diri manusia dan segenap makhluk-Nya, sehingga tidak sehelai daun pun jatuh ``dari dahannya melainkan dalam ilmu Allah (QS. 6:59) Karena ia memiliki sifat Maha Mengetahui (Al-Alim). Ia pun bisa berbuat apa saja yang di kehendaki-Nya, karena dia bersifat berkehendak (Iradat) dan Berkuasa (Al-Qadir). Ia pula Yang Maha memutuskan hasil dan nasib manusia karena Dia bersifat Yang Maha Memutuskan (Al-Muqtadiru).meskipun Allah bebas berbuat apa saja tanpa perhitungan (Al-Munshi), sedang keputusan-Nya selalu mengandung hikmah dan kebijaksanaan, karna ia bersifat Maha Pemberi Keputusan dan Maha Bijaksana (Al-Fattah dan Al-Hakim).
Aturan-aturan Allah itu sebagian kecil dapat di ketahui manusia dansebagian besar  belum diketahui bahkan mungkin menjadi rahasia Allah. Aturan-aturan Allah ada yang diwahyukan kepada Nabi dan Rasul-Nya yang mungkin dibukukan berupa “Kitab” ,ada pula yang tidak tertulis berupa gejala dan fenomena alam yang disebut “hukum alam” (sunnatullah). Apa yang ditulis berupa kitab itu kadang-kadang ada makna tersirat yang belum/tidak sepenuhnya dapat ditangkap oleh manusia.begitu pula hukum alam yang begitu luas wawasannya ini banyak yang sudah diketahui manusia tapi tidak lebih banyak lagi yang masih merupakan rahasia alam.jika hal itu terjadi sesungguhnya bukanlah karena hukuman atau aturan Allah itu yang salah,tidak adil, tidak sempurna melainkan akal manusia belum dapat mengungkapkan rahasia sesuatu itu dengan sesngguhnya.dalam hal ini adalah wajar karena kemampuan akal manusia memang terbatas dan ilmu manusia memang sedikit:
“………dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. 17:85)
Karena keterbatasan ilmu manusia ini sering muncul perasaan ragu pada diri orang-orang tertentu dalam memahami keimanan terhadp takdir ini. Apakah Allah Adil telah mentakdirkan nasib seseorang, umpanya dalam rangka memahami:
“padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. 37:96)
Allah yang menciptakan kita segala perbuatan yang ada (baik dan buruk) merupakan ciptaan Allah. Allahlah yang menentukan sesuatu itu baik dan sesuatu yang lain tidak baik. Jadi dalm mengukur baik atau buruk, janganlah menurtkan hawa nafsu melainkan berpedoman pada aturan-aturan yang telah Allah ciptakan. Sebagai contoh, bunuh diri adalah perbuatan yang tercela, karena telah memperlihatkan keputusan akan rahmat Allah. Akan tetapi nyatanya masih banyak orang yang menempuh jalan pintas ini dengan maksud umpamanya, melepaskan diri dari kesulitan hidup. Karena itu akibatnya ditanggung sendiri oleh pelakunya. Allah memang memberikan dua jalan; benar dan salah atau baik dan buruk, tergantung manusia hendak memilih yang mana:
“ Dan kami telah menunjukan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.”(QS. 90:10-11)
Di dalam memahami ayat-ayta di atas tidak boleh berpaku pada suatu ayat dan mengabaikan ayat yang lain. Keengganan barangkali muncul, untuk apa berpayah-payah memohon (berdoa) kepada Allah, kalau toh akhirnya ketentuan dari rencana Allah juga yang bahkan terjadi.perlu diingat kembali apa arti qadla dan qadar; bahwa keputusan Allah itu senantiasa menurut kadar telah di tentukan. Salah satu ketentuaan Allah umpamanya adalah jika hamba-Nya berdoa akan diperkenankan:
“dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu dalam kebenaran(QS. 2:186)
Ayat di atas menjelaskan kepada kita sebagai hamba-Nya,bahwa:
1.       Allah itu dekat. Dalam QS. 50:16 disebutkan bahwa Allah lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya. Allahlah yang menciptakan manusia, dan ia mengetahui apa yang dibisikan dalam hatinya. Dalam berdoa karenanya tak layak berperantara.
2.       Allah akan mengabulkan siapa yang berdoa kepada-Nya. Ayat ini berlaku umum,tidak pandang kedudukanya,besar kecil, tua muda pria atau wanita. Baik ia alim maupun orang awam, jika doa itu ditunjukan semata kepada Allah niscaya akan dikabulkan.
Diantara  qadar(ketentuaan) Allah dalam rangka mengabulkan permhonan(doa) hamba-Nya ialah lanjutan  surat 2:186 terebut, yakni:
1.       Memenuhi segala perintah Allah (beramal sholeh)
2.       Beriman kepada-Nya.
3.       Selalu berada di dalam kebenaran.
Akhlak atau tata krama dalam rangka berdoa merupakan bagian syarat agar doa dapat terkabul. Isyarat-isyarat dalam Al Qur’an dan As-sunnah memberikan pelajaran bagi kita bagaimana kita berdoa, QS. 7:56 umpamanya, menyatakan:
“…….dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima ) dan harapan(akan terkabulkan)…” (QS. 7:56)
Doa-doa berasal dari nabi-nabi adalah sebaik-baik doa. Kalau tidak pandai bahasa arabnya, boleh dengan bahasa sendiri asal dengan ikhlas.sekali-kali janganlah meminta kepada selain Allah .adalah kurang budi kalau meminta dengan memakai perantara. Padahal dia telah membuka pintu. Ketika Nabi Ibrrahim akan dimasukan kedalam api, datanglah Malaikat Jibril lalu berkata:
“memintalah, apa yang dapat saya tolongkan akan saya tolonh!” Nabi Ibrahim menjawab dengan tegas: “Amma ilaika, falla!” (kalau kepada engkau, tidak!)
Cara Nabi Ayub berdoa pu patut ditiru. Ketika sudah demikian besar malapetaka yang menimpa dirinya, doanya hanya demikian:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang.” (QS. 21:83)
Nabi Ayub tidak memohon secara langsung akan kesembuhannya dari penyakit, apalagi sampai mendikte. Beliau hanya melaporkan penderitaannya kepada Allah sambil memuji-Nya. Akan tetapi Allah dapat menangkap apa yang dimaksud dari pernyataan Nabi Ayub itu lalu Allah memperkenankan seruannya, sebagaimana dinyatakan pada ayat berikutnya:
“Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan kami kembalikan keluarganya kepadanya……”
Nabi Yunus pun ketika beliau berada dalam perut ikan dalam memohon pertolongan kepada Allah amatlah bijak dan cerdik, sebagaimana di ceritakan Al Qur’an:
‘’ dan ingatlah kisah Dzun-Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam tempat yang amat gelap: “ bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau,sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang dzalim.”(QS. 21:87)
“ maka, Kami telah diperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orsng beriman.”(QS. 21:88)
Sebagai orang beriman (termasuk kepada takdir), hendaklah kita senantiasa memohon (berdoa) kepada Allah dalam memulai, tengah dan akhir dari urusan kita. Terkabul atau belum terkabul merupakan urusan Allah dengan segala kadar,ketentuaan, dan kekuasaan-Nya yang penuh rahasia. Inilah barangkali salah satu makna dari pernyataan kita setiap kali shalat:
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” (QS. 1:5)
               
             2 .Takdir dan Ikhtiar
                Memahami sebagian ayat Al Qur’an yang telah disebut di atas 37:96;8:17;dan 9:51 seakan-akan manusia tidak memiliki pilihan dan kebebasan (ikhtiar) sama sekali. Tanpa memperhatikan ayat yang lain, akan muncul keraguan yang menggoyahkan iman terhadap takdir, dan mungkin akan menganggap Allah sebagai tak Adil. Allah yang menentukan (menakdirkan) seorang untuk melakukan maksiat umpamanya, lalu Allah pula yang akan menggajarkannya dengan siksa. Apakah ini adi? Akan tetapi coba perhatikan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Jabir ra. Sebagai berikut:
“Pada akhir zaman nanti aka nada suatu golongan yang berbuat kemaksiatan, kemudian mereka berkata: “Allah mentakdirkan perbuatan itu kita lakukan”. Orang yang menentang pendapat mereka (yang  salah) pada zaman itu adalah bagian orang yang menghunus pedangnya fi sabilillah”(lihat saiyid sabiq, 1978:156)
Takdir itu sama sekali tidak boleh pula dijadikan alas an uantuk melakuakan kemasiatan, bahkan tidak boleh di artikan sebagai suatu paksaan Tuhan terhadap hamba-Nya. Dari situ dapat dipahami bahwa takdir itu dapat ditolak dengan takdir misalnya adanya takdir rasa lapar (kalau tidak makan) dapat dilawan dengan takdir makan, takdir rasa dahga dilawan dengan takdir minum sampai puas, dan takdir pengobatan agar sehat kembali. Begitu pula takdik kemalasan dilawan dengan takdir kegiatan serta kegairahan bekerja.
Manusia diberi kebebasan secara sukarela hendak kemana ia mengerahkan kekuatanya sesuai dengan pilihan jiwanya:
“Dan jiwa serta apa yang di sempurnakan untuknya. Kemudian Allah mengilhsmksn padanya yang salah dan takwa (benar).” (QS. 91:7-8)
Jiwa yang ada pada manusia itu mula-mula di jadikan slam keadaan sama rata, lurus, jujur, tetapi mempunyai potensi dapat menerima kebenaran dan kesalahan, juga mempunyai persiapan untuk menjadi baik dan buruk.
Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci, bersih, dan murni) , lalu dengan kebebasan yang diberikan kepadanya ia boleh saja memilih jalan mana yang hendak ia tempuh:
“ Dan Kami (Allah) memberikan petunjuk kepada manusia dua jalan”(QS. 76:10)
“sesungguhnya Kami (Allah) telah memberikan petunjuk kepada manusia itu akan jalan yang dapat di tempuhnya (untuk mencapai kebaikan), tetapi adakalanya manusia itu berterimakasih dan adakalanya ia bersifat kufur (menutupi kenikmatan yang dilimpahkan kepadanya).”(QS. 76:3)
Manusia wajib berikhtiar dan berusaha untuk menentukan perubahan nasib menurut rencananya, sekuat dan kemampuan akal budinya. Berusaha dan berikhtiar merupakan kewajiban manusia, tetapi Allahlah yang akan menentukan hasil akhir dari ikhtiar manusia itu. Manusia hanya dapat menerima segala apa yang terjadi sebatas kemampuan yang di miliki.
Dalam rangka ini perlu diingatkan bahwa ketentuan Allah tidaklah timpang, atau berat sebelah. Mungkin adakalahnya sesuatu yang kita terima terasa tidak adil amat memberatatkan, namun Allah tetap dalam sifat-sifat-Nya yang mulia.
Didalam Al Qur’an Allah telah menggariskan hukum-hukum-Nya yang sejalan dengan hukum yang berlaku secara alamiah (sunnatullah, seperti:
1.       Tiap diri yang diberi balasan tentang apa yang dikerjakan dengan pembalasan yang setimpal, sedangkan mereka tidak dianiaya. (lihat QS. 3:162, 14:51, 45:22)
2.       Musibah apa pun yang menimpa manusia selalu aa hubungannya engan hasil perbuatan manusia.
3.       Allah telah menyeiakan kelengkapan hidup di dunia, tergantung manusia, bagaimana ia mempergunakan sumber penghidupan tersebut;
‘’ sesungguhnya Kami menempatakan kamu di muka bumi dan kami adakan bagimu di muaka bumi ini (sumber penghiupan).
Amat sedikitlah kamu yang bersyukur.”(QS. 7:10)

4.       Kenikmatan dan musibah yang menimpa manusia merupakan ujian Allah terhadap manusia
5.       Kehidupan ini selalu terdiri dari rangkaian kesulitan dan kemudahan. Bagi orang yang beriman kepada takdir selalu sabar dan tawakal menghadapi kesulitan dan bersyukur tatkala menghadapi kemudahan atau memperoleh kenikmatan:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”(QS. 94:5-8)
Takdir itu ibarat suatu jembatan penyeberang . manusia boleh berikhtiar dan memilih sisi mana dari jembatan itu yang hendak dilalui. Pilihan itu tetap terbatas di dalam jembatan. Ia tidak bisa lewat atau keluar dari batas-batasnya. Demekian barang kali salah satu cara memahami umpamanya QS. 81:28-29 yang berbunyi:
“(Yaitu) bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila di kehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. 81:28-29)
Dan (QS. 16:93)
“…….Allah menesatkan siapa yang di kehendaki-Nya dan member petunjuk kepada siapa yang ikehendaki-Nya.”(QS. 16:93)
Kehendak manusia (yang bebas) itu tidak akan tercapai kecuali harus mengikuti salah satu dari dua jalan yang sudah di tentukan oleh kehendak dan iradat Allah.
Kalau manusia itu memilih jalan pertama yang berupa petunjuk dan hidayah maka itu pun tetap termasuk dalam lingkungan kehendak Ilahi jua dan kalu pun ia memilih jalan kedua yakni kesesatan, maka itupun termasuk pula dalam lingkungan kekuasaan-Nya.
Baik hidayah (petunjuk) maupun dllalalah (kesesatan) merupakan hasil natijah atau akibat dari hal-hal yang telah dilakukan, umpamanya api panas, dan siapa yang terjun ke dalam api ia akan terbakar.
Jadi di sadarkanya penertian hidayah dan dlalalah  pada Allh SWT itu tujuannya hanyalah sebagai kiasan bhwa Dialah yang meletakan penertiban sebab-sebab dan akibat-akibat yang timbul dari sebab-sebab itu.


















BAB III
PEMBAHASAN
3.1   Pengertian Qadla dan Qadar
Qadla  dan Qadar seringkali disebut taqdir berasal dari bahasa arab yang akar katanya: Qadla-yaqdli-qadlaan, bias baerarti:hukum atau kepustusan (QS.4:65); perintah(QS.17:23); kehendak(QS.3:47); menciptakan(QS. 41:12).sedang qadar berasal dari kata: qaddara-yuqaddiru-taqdiran, mempunyai arti: kadar atau aturan (QS. 54:49;33:38);ketentuan atau aturan (QS.25:2);kekuasaan (QS. 2:20).
Qadla dan Qadar (taqdir) artinya:
hukum,keputusan,perintah kehendak, ciptaan menurut, kadar ,ukuran,aturan,kekuasaan.
Iman kepada qadla-qadar Allah artinya:
Percaya bahwa segala hukum,keputusan,perintah,ciptaan Allah yang berlaku npada mahluknya termasuk diri kita tidak lepas (selalu berlandasan) pada kadar,ukuran,ketentuaan, aturan, dan kekuasaan Allah SWT.
3.2   Do’a
Do’a berasal dari bahasa arab yang akar katanya: Da-‘a-yad’u-du’a-an yang artinya:permohonan, harapan, do’a, pujian, dan sebagainya. Berdo’a artinya menyeru, memanggil, atau memohon pertolongan kepada Allah atas segala sesuatu yang diinginkan. Seruan kepada Allah itu bisa berbentuk ucapan tasbih(Subhanallah), pujian (Alhamdulillah), istighfar (astaghfirullah), atau memohon (A’udzubillah), dan sebagainya.
3.3   Ikhtiar
Ikhtiar juga diambil dari bahasa arab dengan akar katanya ‘ikhtiara”berarti pilihan atau daya upaya. Menurut kamus (W.S. Purwadarminto,1987:371), ikhtiar ialah kebebasan memilih (menentuka, berbuat, dan sebagainya),atau pertimbangan,pilihan, kehendak, pendapat, usul, dan sebagainya yang bebas
3.4   Hubungan Takdir dan Do’a
Allah SWT Maha menentukan apa yang akan terjadi pada diri manusia dan segenap makhluk-Nya, sehingga tidak sehelai daun pun jatuh ``dari dahannya melainkan dalam ilmu Allah (QS. 6:59) Karena ia memiliki sifat Maha Mengetahui (Al-Alim). Ia pun bisa berbuat apa saja yang di kehendaki-Nya, karena dia bersifat berkehendak (Iradat) dan Berkuasa (Al-Qadir). Ia pula Yang Maha memutuskan hasil dan nasib manusia karena Dia bersifat Yang Maha Memutuskan (Al-Muqtadiru).meskipun Allah bebas berbuat apa saja tanpa perhitungan (Al-Munshi), sedang keputusan-Nya selalu mengandung hikmah dan kebijaksanaan, karna ia bersifat Maha Pemberi Keputusan dan Maha Bijaksana (Al-Fattah dan Al-Hakim).
Diantara  qadar(ketentuaan) Allah dalam rangka mengabulkan permhonan(doa) hamba-Nya ialah lanjutan  surat 2:186 terebut, yakni:
1.       Memenuhi segala perintah Allah (beramal sholeh)
2.       Beriman kepada-Nya.
3.       Selalu berada di dalam kebenaran.
Akhlak atau tata krama dalam rangka berdoa merupakan bagian syarat agar doa dapat terkabul. Isyarat-isyarat dalam Al Qur’an dan As-sunnah memberikan pelajaran bagi kita bagaimana kita berdoa, QS. 7:56 umpamanya, menyatakan:
“…….dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima ) dan harapan(akan terkabulkan)…” (QS. 7:56)
Doa-doa berasal dari nabi-nabi adalah sebaik-baik doa. Kalau tidak pandai bahasa arabnya, boleh dengan bahasa sendiri asal dengan ikhlas.sekali-kali janganlah meminta kepada selain Allah .adalah kurang budi kalau meminta dengan memakai perantara. Padahal dia telah membuka pintu. Ketika Nabi Ibrrahim akan dimasukan kedalam api, datanglah Malaikat Jibril lalu berkata:
“memintalah, apa yang dapat saya tolongkan akan saya tolonh!” Nabi Ibrahim menjawab dengan tegas: “Amma ilaika, falla!” (kalau kepada engkau, tidak!)



BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1   Kesimpulan
Jadi beriman terhadap qadla dan qadar sangat penting dan di wajibkan terhadap manusia. Dan apabila kita mau berdoa dan berusaha kita dapat mengubah takdir kita sendiri.
4.2   Saran
Janganlah menyerah dalam menghaapi takdir hidup kita karena selagi kita mau berusaha semua itu pasti akan bisa kita lalui dengan baik.













BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Kaelani HD.2000.Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan.Jakarta:Bumi Aksara























6 komentar: