BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Iman kepada qada dan qadar Allah adalah salah satu
sendi akdidah islam.dalam pembicaraan sehari-hari disingkat dengan sebutan
takdir (taqdir).berbicara tentang takdir Tuhan memang bukan sesuatu yuang
mudah. Sebab yang kita bicarakan langsung menyakut terhadap kehendak Tuhan
terhadap makhluk-makhluk-Nya.rahasia hakikat takdir tidak diketahui oleh
manusia. Misalnya kita tidak bias mengetahui dengan benar mengapa si Fulan
meninggal dunia dalam perjalanan,bukan di tengah-tengah keluarganya. Banyak
kejadian-kejadian di sekeliling kita termasuk yang kita alami sendiri ternyata
di luar kehendak atau di luar keinginan, yang semua itu tak dapat di peroleh
jawaban yang memuaskan atas pertanyaan yang kita ajukan,”mengapa hal itu
terjadi” (Azhar Basir,1980).
Jadi, masalah hakikat takdir Tuhan adalah merupakan
salah satu masalh gaib yang hanya diketahui oleh Allah sendiri.
Seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-naml
[27]: 65 yang artinya “katakanlah tak seorang pun di langit maupun di bumi yang
mengetahui perkara gaib kecuali Allah.
1.2 Rumusan
masalah
1)
Apa yang di maksud qadla dan qadar?
2)
Apa yang di maksud do’a?
3)
Apa yang di maksud ikhtiar?
4)
Bagaimanakah hubungan antara TAKDIR DAN DO’A?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengertian qadla dan qadar
Untuk mengetahui pengertian do’a
Untuk mengetahui pengertian ikhtiar
Untuk mengetahui hubungan antara TAKDIR DAN DO’A
1.4 Manfaat
1)
Bagi pembaca
Pembaca dapat mengetahui pengertian
TAKDIR,DO’A,DAN IKHTIAR dan hubungan antara TAKDIR DAN DOA
2)
Bagi penulis
Penulis dapat berbagi pengetahuan kepada
pembaca.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
1.
Qadla dan Qadar
Qadla dan Qadar
seringkali disebut taqdir berasal dari bahasa arab yang akar katanya:
Qadla-yaqdli-qadlaan, bias baerarti:hukum atau kepustusan (QS.4:65);perintah(QS.17:23);kehendak(QS.3:47);menciptakan(QS.41:12).sedang
qadar berasal dari kata: qaddara-yuqaddiru-taqdiran, mempunyai arti: kadar atau
aturan (QS. 54:49;33:38);ketentuan atau aturan (QS.25:2);kekuasaan (QS. 2:20).
Qadla dan Qadar (taqdir) artinya:
hukum,keputusan,perintah
kehendak, ciptaan menurut, kadar ,ukuran,aturan,kekuasaan.
Iman kepada qadla-qadar Allah artinya:
Percaya bahwa segala hukum,keputusan,perintah,ciptaan
Allah yang berlaku npada mahluknya termasuk diri kita tidak lepas (selalu
berlandasan) pada kadar,ukuran,ketentuaan, aturan, dan kekuasaan Allah SWT.
Kewajiban kita beriman kepada qadla dan qadar diatur
dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an antara lain seperti di sebutkandi atas,
kemudian di pertegas lagi oleh sabda Nabi Muhammad SAW riwayat Muslim.
“hendaklah engkau beriman kepada Allah,
malikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya , hari akhir, dan iman
pula kepada qadar (taqdir) yang baik ataupun buruk. “(HR.Muslim).
2.
Do’a
Do’a berasal dari bahasa arab yang akar katanya:
Da-‘a-yad’u-du’a-an yang artinya:permohonan, harapan, do’a, pujian, dan
sebagainya. Berdo’a artinya menyeru, memanggil, atau memohon pertolongan kepada
Allah atas segala sesuatu yang diinginkan. Seruan kepada Allah itu bisa
berbentuk ucapan tasbih(Subhanallah), pujian (Alhamdulillah), istighfar
(astaghfirullah), atau memohon (A’udzubillah), dan sebagainya.
Berdo’a merupakan aktivitas ibadah, dan bahkan menurut
sabda Nabi Muhammad SAW doa di ibaratkan sebagai otak ibadah (Mughulibadah).
Seperti halnya otak bagi manusia yang demikian penting peranaanya bagi
kehidupan, demikian pula doa dalam ibadah. Bahkan doa juga merupakan tiang
agama (imaduddin) dan sejata bagi orang mukmin (silahul mukmin).
3.
Ikhtiar
Ikhtiar juga diambil dari bahasa arab dengan akar
katanya ‘ikhtiara”berarti pilihan atau daya upaya. Menurut kamus (W.S.
Purwadarminto,1987:371), ikhtiar ialah kebebasan memilih (menentuka, berbuat,
dan sebagainya),atau pertimbangan,pilihan, kehendak, pendapat, usul, dan
sebagainya yang bebas
2.2
HUBUNGAN TAKDIR,DOA,DAN IKHTIAR
1.Hubungan Takdir dan Do’a
Allah maha bijaksana dsn Maha Perencana sesuai dengan
kehendak dan kuasa-Nya. Ia bersifat mengetahui dan mahaadil.apa saja yang telah
terjadi dan yang akan terjadi pada makhluk-Nya tidak lepas dari ilmu dengan
ketentuaan Allah Yang Maha Bijaksana itu. Semua yang terjadi di dalam alam
semesta ini brjalan sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan-Nya,”…..Dan
segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.”(QS. 13:8)
Allah SWT Maha menentukan apa yang akan terjadi pada
diri manusia dan segenap makhluk-Nya, sehingga tidak sehelai daun pun jatuh
``dari dahannya melainkan dalam ilmu Allah (QS. 6:59) Karena ia memiliki sifat
Maha Mengetahui (Al-Alim). Ia pun bisa berbuat apa saja yang di kehendaki-Nya,
karena dia bersifat berkehendak (Iradat) dan Berkuasa (Al-Qadir). Ia pula Yang
Maha memutuskan hasil dan nasib manusia karena Dia bersifat Yang Maha
Memutuskan (Al-Muqtadiru).meskipun Allah bebas berbuat apa saja tanpa
perhitungan (Al-Munshi), sedang keputusan-Nya selalu mengandung hikmah dan
kebijaksanaan, karna ia bersifat Maha Pemberi Keputusan dan Maha Bijaksana
(Al-Fattah dan Al-Hakim).
Aturan-aturan Allah itu sebagian kecil dapat di
ketahui manusia dansebagian besar belum
diketahui bahkan mungkin menjadi rahasia Allah. Aturan-aturan Allah ada yang
diwahyukan kepada Nabi dan Rasul-Nya yang mungkin dibukukan berupa “Kitab” ,ada
pula yang tidak tertulis berupa gejala dan fenomena alam yang disebut “hukum
alam” (sunnatullah). Apa yang ditulis berupa kitab itu kadang-kadang ada makna
tersirat yang belum/tidak sepenuhnya dapat ditangkap oleh manusia.begitu pula
hukum alam yang begitu luas wawasannya ini banyak yang sudah diketahui manusia
tapi tidak lebih banyak lagi yang masih merupakan rahasia alam.jika hal itu
terjadi sesungguhnya bukanlah karena hukuman atau aturan Allah itu yang
salah,tidak adil, tidak sempurna melainkan akal manusia belum dapat
mengungkapkan rahasia sesuatu itu dengan sesngguhnya.dalam hal ini adalah wajar
karena kemampuan akal manusia memang terbatas dan ilmu manusia memang sedikit:
“………dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit.” (QS. 17:85)
Karena keterbatasan ilmu manusia ini sering muncul perasaan ragu pada
diri orang-orang tertentu dalam memahami keimanan terhadp takdir ini. Apakah
Allah Adil telah mentakdirkan nasib seseorang, umpanya dalam rangka memahami:
“padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang
kamu perbuat itu.” (QS. 37:96)
Allah yang menciptakan kita segala perbuatan yang ada
(baik dan buruk) merupakan ciptaan Allah. Allahlah yang menentukan sesuatu itu
baik dan sesuatu yang lain tidak baik. Jadi dalm mengukur baik atau buruk,
janganlah menurtkan hawa nafsu melainkan berpedoman pada aturan-aturan yang
telah Allah ciptakan. Sebagai contoh, bunuh diri adalah perbuatan yang tercela,
karena telah memperlihatkan keputusan akan rahmat Allah. Akan tetapi nyatanya
masih banyak orang yang menempuh jalan pintas ini dengan maksud umpamanya,
melepaskan diri dari kesulitan hidup. Karena itu akibatnya ditanggung sendiri
oleh pelakunya. Allah memang memberikan dua jalan; benar dan salah atau baik
dan buruk, tergantung manusia hendak memilih yang mana:
“ Dan kami telah menunjukan kepadanya dua jalan.
Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.”(QS. 90:10-11)
Di dalam memahami ayat-ayta di atas tidak boleh
berpaku pada suatu ayat dan mengabaikan ayat yang lain. Keengganan barangkali
muncul, untuk apa berpayah-payah memohon (berdoa) kepada Allah, kalau toh
akhirnya ketentuan dari rencana Allah juga yang bahkan terjadi.perlu diingat
kembali apa arti qadla dan qadar; bahwa keputusan Allah itu senantiasa menurut
kadar telah di tentukan. Salah satu ketentuaan Allah umpamanya adalah jika
hamba-Nya berdoa akan diperkenankan:
“dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka jawablah bawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala
perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu dalam
kebenaran(QS. 2:186)
Ayat di atas menjelaskan kepada kita sebagai hamba-Nya,bahwa:
1.
Allah itu dekat. Dalam QS. 50:16 disebutkan
bahwa Allah lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya. Allahlah yang
menciptakan manusia, dan ia mengetahui apa yang dibisikan dalam hatinya. Dalam
berdoa karenanya tak layak berperantara.
2.
Allah akan mengabulkan siapa yang berdoa
kepada-Nya. Ayat ini berlaku umum,tidak pandang kedudukanya,besar kecil, tua
muda pria atau wanita. Baik ia alim maupun orang awam, jika doa itu ditunjukan
semata kepada Allah niscaya akan dikabulkan.
Diantara
qadar(ketentuaan) Allah dalam rangka mengabulkan permhonan(doa)
hamba-Nya ialah lanjutan surat 2:186
terebut, yakni:
1.
Memenuhi segala perintah Allah (beramal sholeh)
2.
Beriman kepada-Nya.
3.
Selalu berada di dalam kebenaran.
Akhlak atau tata krama dalam rangka berdoa merupakan bagian
syarat agar doa dapat terkabul. Isyarat-isyarat dalam Al Qur’an dan As-sunnah
memberikan pelajaran bagi kita bagaimana kita berdoa, QS. 7:56 umpamanya,
menyatakan:
“…….dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima ) dan harapan(akan terkabulkan)…” (QS. 7:56)
Doa-doa berasal dari nabi-nabi adalah sebaik-baik doa.
Kalau tidak pandai bahasa arabnya, boleh dengan bahasa sendiri asal dengan
ikhlas.sekali-kali janganlah meminta kepada selain Allah .adalah kurang budi
kalau meminta dengan memakai perantara. Padahal dia telah membuka pintu. Ketika
Nabi Ibrrahim akan dimasukan kedalam api, datanglah Malaikat Jibril lalu
berkata:
“memintalah, apa yang dapat saya tolongkan akan saya
tolonh!” Nabi Ibrahim menjawab dengan tegas: “Amma ilaika, falla!” (kalau
kepada engkau, tidak!)
Cara Nabi Ayub berdoa pu patut ditiru. Ketika sudah
demikian besar malapetaka yang menimpa dirinya, doanya hanya demikian:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit
dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang.” (QS.
21:83)
Nabi Ayub tidak memohon secara langsung akan
kesembuhannya dari penyakit, apalagi sampai mendikte. Beliau hanya melaporkan
penderitaannya kepada Allah sambil memuji-Nya. Akan tetapi Allah dapat
menangkap apa yang dimaksud dari pernyataan Nabi Ayub itu lalu Allah
memperkenankan seruannya, sebagaimana dinyatakan pada ayat berikutnya:
“Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami
lenyapkan penyakit yang ada padanya dan kami kembalikan keluarganya kepadanya……”
Nabi Yunus pun ketika beliau berada dalam perut ikan
dalam memohon pertolongan kepada Allah amatlah bijak dan cerdik, sebagaimana di
ceritakan Al Qur’an:
‘’ dan ingatlah kisah Dzun-Nun (Yunus) ketika ia pergi
dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya
(menyulitkannya), maka ia menyeru dalam tempat yang amat gelap: “ bahwa tidak
ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau,sesungguhnya aku adalah termasuk
orang-orang dzalim.”(QS. 21:87)
“ maka, Kami telah diperkenankan doanya dan
menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orsng
beriman.”(QS. 21:88)
Sebagai orang beriman (termasuk kepada takdir),
hendaklah kita senantiasa memohon (berdoa) kepada Allah dalam memulai, tengah
dan akhir dari urusan kita. Terkabul atau belum terkabul merupakan urusan Allah
dengan segala kadar,ketentuaan, dan kekuasaan-Nya yang penuh rahasia. Inilah
barangkali salah satu makna dari pernyataan kita setiap kali shalat:
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan.” (QS. 1:5)
2 .Takdir dan Ikhtiar
Memahami sebagian ayat Al Qur’an
yang telah disebut di atas 37:96;8:17;dan 9:51 seakan-akan manusia tidak
memiliki pilihan dan kebebasan (ikhtiar) sama sekali. Tanpa memperhatikan ayat
yang lain, akan muncul keraguan yang menggoyahkan iman terhadap takdir, dan
mungkin akan menganggap Allah sebagai tak Adil. Allah yang menentukan
(menakdirkan) seorang untuk melakukan maksiat umpamanya, lalu Allah pula yang
akan menggajarkannya dengan siksa. Apakah ini adi? Akan tetapi coba perhatikan
sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Jabir ra. Sebagai berikut:
“Pada akhir zaman nanti aka nada suatu golongan yang berbuat kemaksiatan,
kemudian mereka berkata: “Allah mentakdirkan perbuatan itu kita lakukan”. Orang
yang menentang pendapat mereka (yang
salah) pada zaman itu adalah bagian orang yang menghunus pedangnya fi
sabilillah”(lihat saiyid sabiq, 1978:156)
Takdir itu sama sekali tidak boleh pula dijadikan alas an uantuk
melakuakan kemasiatan, bahkan tidak boleh di artikan sebagai suatu paksaan
Tuhan terhadap hamba-Nya. Dari situ dapat dipahami bahwa takdir itu dapat
ditolak dengan takdir misalnya adanya takdir rasa lapar (kalau tidak makan)
dapat dilawan dengan takdir makan, takdir rasa dahga dilawan dengan takdir
minum sampai puas, dan takdir pengobatan agar sehat kembali. Begitu pula takdik
kemalasan dilawan dengan takdir kegiatan serta kegairahan bekerja.
Manusia diberi kebebasan secara sukarela hendak kemana ia mengerahkan
kekuatanya sesuai dengan pilihan jiwanya:
“Dan jiwa serta apa yang di sempurnakan untuknya. Kemudian Allah
mengilhsmksn padanya yang salah dan takwa (benar).” (QS. 91:7-8)
Jiwa yang ada
pada manusia itu mula-mula di jadikan slam keadaan sama rata, lurus, jujur, tetapi
mempunyai potensi dapat menerima kebenaran dan kesalahan, juga mempunyai
persiapan untuk menjadi baik dan buruk.
Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci, bersih, dan
murni) , lalu dengan kebebasan yang diberikan kepadanya ia boleh saja memilih
jalan mana yang hendak ia tempuh:
“ Dan Kami (Allah) memberikan petunjuk kepada manusia dua jalan”(QS.
76:10)
“sesungguhnya Kami (Allah) telah memberikan petunjuk kepada manusia itu
akan jalan yang dapat di tempuhnya (untuk mencapai kebaikan), tetapi adakalanya
manusia itu berterimakasih dan adakalanya ia bersifat kufur (menutupi
kenikmatan yang dilimpahkan kepadanya).”(QS. 76:3)
Manusia wajib berikhtiar dan berusaha untuk menentukan
perubahan nasib menurut rencananya, sekuat dan kemampuan akal budinya. Berusaha
dan berikhtiar merupakan kewajiban manusia, tetapi Allahlah yang akan
menentukan hasil akhir dari ikhtiar manusia itu. Manusia hanya dapat menerima
segala apa yang terjadi sebatas kemampuan yang di miliki.
Dalam rangka ini perlu diingatkan bahwa ketentuan
Allah tidaklah timpang, atau berat sebelah. Mungkin adakalahnya sesuatu yang
kita terima terasa tidak adil amat memberatatkan, namun Allah tetap dalam
sifat-sifat-Nya yang mulia.
Didalam Al Qur’an Allah telah menggariskan hukum-hukum-Nya yang sejalan
dengan hukum yang berlaku secara alamiah (sunnatullah, seperti:
1.
Tiap diri yang diberi balasan tentang apa yang
dikerjakan dengan pembalasan yang setimpal, sedangkan mereka tidak dianiaya.
(lihat QS. 3:162, 14:51, 45:22)
2.
Musibah apa pun yang menimpa manusia selalu aa
hubungannya engan hasil perbuatan manusia.
3.
Allah telah menyeiakan kelengkapan hidup di
dunia, tergantung manusia, bagaimana ia mempergunakan sumber penghidupan
tersebut;
‘’
sesungguhnya Kami menempatakan kamu di muka bumi dan kami adakan bagimu di
muaka bumi ini (sumber penghiupan).
Amat
sedikitlah kamu yang bersyukur.”(QS. 7:10)
4.
Kenikmatan dan musibah yang menimpa manusia
merupakan ujian Allah terhadap manusia
5.
Kehidupan ini selalu terdiri dari rangkaian
kesulitan dan kemudahan. Bagi orang yang beriman kepada takdir selalu sabar dan
tawakal menghadapi kesulitan dan bersyukur tatkala menghadapi kemudahan atau
memperoleh kenikmatan:
“Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang
lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”(QS. 94:5-8)
Takdir
itu ibarat suatu jembatan penyeberang . manusia boleh berikhtiar dan memilih
sisi mana dari jembatan itu yang hendak dilalui. Pilihan itu tetap terbatas di
dalam jembatan. Ia tidak bisa lewat atau keluar dari batas-batasnya. Demekian
barang kali salah satu cara memahami umpamanya QS. 81:28-29 yang berbunyi:
“(Yaitu)
bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak
dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila di kehendaki Allah,
Tuhan semesta alam.” (QS. 81:28-29)
Dan
(QS. 16:93)
“…….Allah menesatkan siapa yang di kehendaki-Nya dan member
petunjuk kepada siapa yang ikehendaki-Nya.”(QS. 16:93)
Kehendak manusia (yang bebas) itu tidak akan tercapai kecuali
harus mengikuti salah satu dari dua jalan yang sudah di tentukan oleh kehendak
dan iradat Allah.
Kalau
manusia itu memilih jalan pertama yang berupa petunjuk dan hidayah maka itu pun
tetap termasuk dalam lingkungan kehendak Ilahi jua dan kalu pun ia memilih
jalan kedua yakni kesesatan, maka itupun termasuk pula dalam lingkungan
kekuasaan-Nya.
Baik
hidayah (petunjuk) maupun dllalalah (kesesatan) merupakan hasil natijah atau
akibat dari hal-hal yang telah dilakukan, umpamanya api panas, dan siapa yang
terjun ke dalam api ia akan terbakar.
Jadi di sadarkanya penertian hidayah dan dlalalah pada Allh SWT itu tujuannya hanyalah sebagai
kiasan bhwa Dialah yang meletakan penertiban sebab-sebab dan akibat-akibat yang
timbul dari sebab-sebab itu.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Qadla dan Qadar
Qadla dan Qadar seringkali disebut
taqdir berasal dari bahasa arab yang akar katanya: Qadla-yaqdli-qadlaan, bias
baerarti:hukum atau kepustusan (QS.4:65); perintah(QS.17:23); kehendak(QS.3:47);
menciptakan(QS. 41:12).sedang qadar berasal dari kata:
qaddara-yuqaddiru-taqdiran, mempunyai arti: kadar atau aturan (QS.
54:49;33:38);ketentuan atau aturan (QS.25:2);kekuasaan (QS. 2:20).
Qadla dan Qadar (taqdir) artinya:
hukum,keputusan,perintah kehendak, ciptaan menurut, kadar
,ukuran,aturan,kekuasaan.
Iman kepada
qadla-qadar Allah artinya:
Percaya bahwa segala hukum,keputusan,perintah,ciptaan Allah yang berlaku
npada mahluknya termasuk diri kita tidak lepas (selalu berlandasan) pada
kadar,ukuran,ketentuaan, aturan, dan kekuasaan Allah SWT.
3.2
Do’a
Do’a berasal dari bahasa arab yang akar katanya: Da-‘a-yad’u-du’a-an yang
artinya:permohonan, harapan, do’a, pujian, dan sebagainya. Berdo’a artinya menyeru,
memanggil, atau memohon pertolongan kepada Allah atas segala sesuatu yang
diinginkan. Seruan kepada Allah itu bisa berbentuk ucapan tasbih(Subhanallah),
pujian (Alhamdulillah), istighfar (astaghfirullah), atau memohon
(A’udzubillah), dan sebagainya.
3.3
Ikhtiar
Ikhtiar juga diambil dari bahasa arab dengan akar katanya
‘ikhtiara”berarti pilihan atau daya upaya. Menurut kamus (W.S.
Purwadarminto,1987:371), ikhtiar ialah kebebasan memilih (menentuka, berbuat,
dan sebagainya),atau pertimbangan,pilihan, kehendak, pendapat, usul, dan
sebagainya yang bebas
3.4
Hubungan Takdir dan Do’a
Allah SWT Maha menentukan apa yang akan terjadi pada diri manusia dan
segenap makhluk-Nya, sehingga tidak sehelai daun pun jatuh ``dari dahannya
melainkan dalam ilmu Allah (QS. 6:59) Karena ia memiliki sifat Maha Mengetahui
(Al-Alim). Ia pun bisa berbuat apa saja yang di kehendaki-Nya, karena dia
bersifat berkehendak (Iradat) dan Berkuasa (Al-Qadir). Ia pula Yang Maha
memutuskan hasil dan nasib manusia karena Dia bersifat Yang Maha Memutuskan
(Al-Muqtadiru).meskipun Allah bebas berbuat apa saja tanpa perhitungan
(Al-Munshi), sedang keputusan-Nya selalu mengandung hikmah dan kebijaksanaan,
karna ia bersifat Maha Pemberi Keputusan dan Maha Bijaksana (Al-Fattah dan
Al-Hakim).
Diantara qadar(ketentuaan)
Allah dalam rangka mengabulkan permhonan(doa) hamba-Nya ialah lanjutan surat 2:186 terebut, yakni:
1.
Memenuhi segala perintah Allah (beramal sholeh)
2.
Beriman kepada-Nya.
3.
Selalu berada di dalam kebenaran.
Akhlak atau tata krama dalam rangka berdoa merupakan bagian syarat agar
doa dapat terkabul. Isyarat-isyarat dalam Al Qur’an dan As-sunnah memberikan
pelajaran bagi kita bagaimana kita berdoa, QS. 7:56 umpamanya, menyatakan:
“…….dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima ) dan harapan(akan terkabulkan)…” (QS. 7:56)
Doa-doa berasal dari nabi-nabi adalah sebaik-baik doa.
Kalau tidak pandai bahasa arabnya, boleh dengan bahasa sendiri asal dengan
ikhlas.sekali-kali janganlah meminta kepada selain Allah .adalah kurang budi
kalau meminta dengan memakai perantara. Padahal dia telah membuka pintu. Ketika
Nabi Ibrrahim akan dimasukan kedalam api, datanglah Malaikat Jibril lalu
berkata:
“memintalah, apa yang dapat saya tolongkan akan saya
tolonh!” Nabi Ibrahim menjawab dengan tegas: “Amma ilaika, falla!” (kalau
kepada engkau, tidak!)
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Jadi beriman terhadap qadla dan qadar sangat penting
dan di wajibkan terhadap manusia. Dan apabila kita mau berdoa dan berusaha kita
dapat mengubah takdir kita sendiri.
4.2
Saran
Janganlah menyerah dalam menghaapi takdir hidup kita
karena selagi kita mau berusaha semua itu pasti akan bisa kita lalui dengan
baik.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Kaelani HD.2000.Islam dan
Aspek-Aspek Kemasyarakatan.Jakarta:Bumi Aksara
good
BalasHapussipp
BalasHapusoke
BalasHapusship
BalasHapusMkshh
BalasHapusbaguss bagus
BalasHapus